Sebuah Kata Pengantar Injil Markus



Pendahuluan
Sebelum masuk pada periode kritik modern, Injil Markus merupakan Injil yang paling banyak diabaikan. Injil ini, tidak banyak yang dibahas dan sedikit sekali buku tafsiran kuno yang ditulis untuknya.  Karena Injil Markus sering dianggap tidak lebih dari ringkasan Injil pertama, yakni Injil Matius. Jadi tidak mengherankan, bila Injil ini berada di bawah bayang-bayang Injil Matius yang dianggap lebih agung. Dan Injil Markus mulai dianggap penting, di saat pendapat dari para sarjana Kristen mulai melihatnya sebagai kunci dalam memecahkan problem sinoptik.

Adanya pendapat dari Agustinus bahwa Injil Markus merupakan ringkasan dari Injil Matius, telah diterima secara umum hingga awal abad ke-19 masehi. Setelah itu, teori prioritas terhadap Injil Markus pun mulai menguasai lapangan, dan bahkan telah dianggap sebagai hasil kritik yang terjamin. Dan untuk menghemat ruang, Insya Allah tentang hal itu akan penulis bahas pada tempat yang berbeda. Karena artikel kali ini membahas tentang pengantar khusus bagi Injil Markus, tentunya penulis tidak akan terlalu banyak memasukkan pikiran penulis ke dalam artikel ini, selain memberikan pelbagai kutipan dari pendapat para sarjana Kristen sendiri.


Struktur Injil Markus
Alur-alur bertentangan yang sama dalam Injil Markus tampak dalam kenyataan bahwa unsur-unsur tradisi berbicara tentang pelayanan Yesus, tetapi yang berkaitan secara langsung maupun yang tidak langsung dengan Salib dan Yerusalem pun, justru malah diikutsertakan. Dan Markus adalah orang pertama yang melakukan demikian. Setelah pengantar dalam Markus disajikan, narasi didalamnya langsung menuju ke arah pelayanan di Galilea (1:14-6:13), yang diikuti oleh catatan karya Yesus di luar pelayanan di Galilea (6:14-8:26), lalu diikuti dengan perjalanan ke arah Yerusalem (8:27-10:52), yang pada akhirnya, pelayanan Yesus pun berakhir secara klimaks pada penderitaan dan kebangkitan Yesus (11:1-16). Kerangka seperti itu, bisa disebut sebagai kerangka Sinoptik yang pola utamanya diikuti oleh semua Injil Sinoptik. Dan tidak ada alasan kuat untuk menyangkal bahwa kerangka ini hadir dalam tradisi lisan.

Kerangka Markus memiliki aneka-ragam tradisi dan bentuk. Ia menceritakan perbuatan-perbuatan Yesus, seperti melakukan berbagai penyembuhan (1:23-40), membangkitkan orang lain dari kematian (5:35-43), menenangkan badai (4:35-41), berjalan di atas air (6:45-51), dan lain-lain. Namun pada sisi lain, warta Yesus kurang terlihat menonjol. Kebanyakan hal itu dikemukakan secara singkat, dalam sejumlah besar aneka-ragam tradisi. Semua tradisi dan kumpulan yang terpisah yang diambil oleh Markus, itu sebenarnya ditujukan dengan maksud sebagai pemberitaan. Dan K. L. Schmidt telah menyelidiki kerangka Injil Markus secara menyeluruh, dan ia menyimpulkan bahwa Injil ini tidak akurat secara kronologis dan juga geografis. Berdasarkan teori ini, tidak ada rekonstruksi biografis tentang kehidupan Yesus yang dimungkinkan.1

Menurut C. H. Dood2, bahwa kerangka Markus serupa dengan pola yang ada pada Kisah Para Rasul (KPR), khususnya pada KPR 10:37 dan seterusnya, tentang ucapan Petrus di rumah Kornelius. Dari sini, ia mendeduksi bahwa kerangka ini merupakan bagian dari kerygma Kristen. Dan untuk mendukung pendapatnya, Dood berdalih bahwa dengan menyarikan dan merangkaikan penghubung singkat dalam Markus dari awal hingga akhir, hal itu akan membentuk narasi yang berkesinambungan, yang kerangka tersebut di bangun berdasarkan sesuai fakta. Namun beberapa theolog ternyata menentang teori yang telah disampaikan oleh Dood, yang penentang utamanya adalah D. E. Nineham.3  Menurutnya, bahwa materi dari Markus terdiri dari unit-unit yang tidak memiliki keterkaitan. Kritik lain pun datang pula dari E. Guttgemanns,4 yang sama halnya dengan Nineham, yang menolak bahwa teori Markus tidak merujuk kepada kerygma.


Waktu Dan Tempat Penyusunan
Telah terjadi pertentangan diantara tradisi, tentang masa kepenulisan Injil Markus. Tradisi yang satu menegaskan bahwa Markus menulis setelah kematian Petrus, sebagaimana yang diusung oleh Irenaeus.5 Namun pada tradisi lain, Clement menyatakan bahwa Injil ini ditulis pada saat Petrus masih hidup.6 Karena kedua tradisi yang ada sangat awal dan hampir sezaman, tentunya terdapat ketidakjelasan tentang kapan Injil Markus tersebut ditulis. Ada sebuah upaya yang dilakukan oleh J. Chapman,7 A. Harnack,8 dan W. C. Allen,9 dalam mengkompromikan adanya perbedaan tradisi tersebut. Mereka berdalih, bahwa Markus tidak bertujuan untuk memberikan informasi kronologis tentang asal usul Injil Markus, melainkan sekedar menyatakan tentang adanya kesinambungan tulisan Markus dengan khotbah Petrus. Langkah penafsiran untuk mengompromikan hal tersebut dinilai sangat kabur dan tidak beralasan, karena mayoritas para teolog telah setuju bahwa Irenaeus telah berkata bahwa Markus menulis Injilnya setelah kematian Petrus. Bagaimanapun, pihak Kristen harus memutuskan tradisi mana yang menurut mereka benar, apakah tradisi dari Irenaeus ataukah Clement dari Aleksandria. Karena tidak mungkin, jika kedua tradisi itu dianggap benar atau saling melengkapi, di kala kedua tradisi yang ada saling bertentangan antara satu sama lain.

Mayoritas theolog meyakini bahwa Injil Markus ditulis pada 65-70 M. Namun Harnack, meyakini bahwa penanggalan Markus sebelum tahun 60 M.10  Argumentasi Harnack didasari oleh penanggalan awal atas KPR, yakni 63 M, yang berarti bahwa Injil Lukas harus ditulis sebelum itu, dan Injil Markus ditulis sebelum Injil Lukas. Sedangkan Allen berpendapat lain, ia meyakini bahwa Markus ditulis sebelum 50 M.11  Allen berpendapat demikian, karena ia dipengaruhi oleh keyakinannya bahwa Markus yang asli ditulis dalam bahasa Aram, dan hipotesis ini menuntut penanggalan yang lebih awal.

Adapun tempat kepenulisan Injil Markus, wilayah Roma kerap kali diusulkan. Bisa jadi, kesimpulan tersebut berasal dari 1 Petrus 5:13, yang Petrus sendiri diyakini telah mengirimkan salam dari Markus, dari Babel = Roma. Tetapi karena karya ini tidak berhubungan dengan Petrus, penempatan di Roma merupakan dugaan semata, yang tidak wajar mendapatkan dukungan dari pengaruh bahasa Latin. Lohmeyer12  mengajukan tempat lain, ia berkeyakinan bahwa tempat penulisan Markus berada di Galilea, dan pendapat itupun mendapat dukungan dari W. Marxsen.13


Kepengarangan
Tidak banyak yang bisa kita ketahui mengenai penulis Injil Markus. Namanya tidak pernah disebut-sebut di sepanjang buku ini, dan bahkan dapat dikatakan sedikit sekali ayat-ayat yang memberikan petunjuk tentang minat dan kepribadiannya, apalagi jati dirinya. Karya ini diturunalihkan tanpa ada nama pengarangnya dan tradisi gerejalah yang mula-mula menyebut Markus sebagai pengarangnya. Bukti awal tentang pengarang Injil Markus telah disebutkan pada fragmen Papias dari Hierapolis, sekitar pertengahan abad ke-2 M. Menurut fragmen tersebut, Markus adalah teman dan penafsir (bisa jadi sebagai penerjemah) dari Petrus yang ia temani dalam perjalanan.14

Namun kita pun perlu mengingat kembali, atas adanya pendapat miring yang telah disampaikan oleh Irenaeus dan Eusebius kepada Papias, sebagaimana yang telah penulis singgung di artikel ini. Dan sebelum pihak Kristen membahas terlalu jauh tentang kepengarangan Injil Markus, setidaknya Kristen dipersilahkan untuk memilih terlebih dahulu pendapat dari siapa yang mereka yakini benar, apakah sosok Papias di satu sisi, ataukah disisi lain mereka akan memilih pendapat dari Irenaeus dan Eusebius. Meski kondisi pihak Kristen dalam posisi yang terjepit untuk memilih pendapat mana yang mereka yakini benar, kepengarangan atas Injil ini pun akan penulis paparkan di tempat yang berbeda.


Kesimpulan
Injil Markus bukanlah sebuah pengisahan yang didalamnya terdapat riwayat hidup, karena ia tidak berbicara tentang asal-usul keturunan, latar belakang lingkungan, ataupun tentang kelahiran Yesus. Ia pun tidak berusaha pula untuk memberikan keterangan lengkap kepada kita mengenai tahap tertentu dalam kehidupan Yesus. Sebaliknya, data-data tentang Yesus pun diberikan secara singkat. Ia tidak mempunyai kata pembukaan, kecuali pada judulnya. Meskipun banyak kutipan dari Perjanjian Lama, sedikit sekali yang dikutip langsung untuk memberikan tafsiran yang bersifat ramalan.

Adanya pendapat miring dari Irenaeus dan Eusebius kepada Papias, telah membuat Kristen tersudutkan dalam memberikan bukti atas kepengarangan Injil Markus, di kala mereka pun harus memilih pernyataan mana yang mereka percayai. Tidak adanya nama pengarang dari bukti internal dari Injil ini, telah membuat semakin gelap dalam menentukan siapa nama pengarangnya. Ditambah, dengan adanya perbedaan pendapat di antara sarjana Kristen atas Injil ini, semakin menambah keruwetan. Meski setitik terang belum didapati, namun Kristen telah menjadikan Injil ini sebagai salah satu kitab dalam membangun imannya, meski pada dasarnya, Injil ini adalah anonim.



Catatan Kaki :
1. K. L. Schmidt, Der Rahmen der Geschichte Jesu.
2. C. H. Dood, Mark the Evangelist.
3. D. E. Nineham, Studies in the Gospels.
4. E. Guttgemanns, Candid Questions Concerning Gospel From Criticism.
5. Adv. Haer. iii.I.2. Dikutip oleh Eusebius dalam bahasa Yunani, HE, v.8.2-4 : ”Dan setelah kematian kedua orang ini (Petrus dan Paulus), Markus, murid dan penerjemah Petrus, menurunkan pada kita dalam bentukntukisan, hal-hal yang Petrus khotbahkan.”
6. Menurut Eusebius, HE, vi.14.6 dan seterusnya : “Saat Petrus memberitakan Injil secara terbuka di Roma...memohon Markus untuk menuliskan hal-hal yang telah Petrus katakan…” (terjemahan D. J. Theron, Evidence of Tradition).
7. J. Chapman, Matthew, Mark, and Luke.
8. A. Harnack, The Date of Acts and the Synoptic Gospels.
9. W. C. Allen, The Gospel According to St. Mark.
10. A. Harnack, The Date of Acts and the Synoptic Gospels.
11. W. C. Allen, The Gospel According to St. Mark.
12. E. Lohmeyer, Galilaa und Jerusalem.
13. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru.
14. HE, iii. 39. 15. (Yang diterjemahkan dari D. Theron, Evidence of Tradition).



Comments