Sebuah Kata Pengantar Injil Lukas

Oleh: Sang Misionaris.

Pendahuluan
    Pada awalnya, Injil Lukas bersama dengan Kisah Para Rasul (KPR) beredar tanpa nama. Sumber-sumber yang ada padanya, sama sekali bukan berasal dari sumber-sumber yang historis, melainkan hanya sekedar pemberitaan saja. Jika sekiranya Lukas ingin menjadi ahli sejarah, tentunya ia akan menulis peristiwa-peristiwa masa lampau dengan menyajikan satuan-satuan pemberitaan sebagai bagian dari pembentukan sejarah. Namun di sisi lain, ia justru malah menggambarkan peristiwa yang ada sebagai sebuah penggenapan. Apa yang disampaikannya, mengandung banyak hal yang tidak terdapat pada Injil lainnya. Adapun metode penulisan atas informasi yang selama itu ia dapatkan dengan apa yang ia tulis, tentunya berawal dari pengumpulan berbagai sumber yang ia dapatkan dengan metode penyisihan. Tidak ada informasi yang bisa kita dapatkan, tentang tolok ukur apa yang telah ia gunakan; baik dalam menangani perbedaan informasi yang telah beredar, maupun pemberitaan atas apa yang telah dituliskannya. Dengan kondisi seperti itu, tentunya kita bisa menyimpulkan, bahwa apa yang telah dituliskan oleh Lukas, bukanlah sebagai informasi tunggal kala itu. Apa yang ia tulis dalam prolognya tersebut, mengindikasikan bahwa apa yang ia tulis merupakan sebuah tanggapan atau reaksi dari adanya perbedaan informasi yang telah beredar di masyarakat kala itu. 

Pembentukan Injil Lukas
    Dibandingkan dengan Injil Sinoptis lainnya, Injil Lukas dianggap paling banyak memberikan keterangan mengenai asal-usulnya sendiri. Meskipun apa yang ada didalamnya, tidak memberitahukan kepada kita tentang siapa nama penulisnya, dan kata pembuka yang terdapat pada Injil tersebut (Lukas 1:1-4), adalah kunci bagi kitab ini. Di zaman penulis kitab Injil ini, tentunya kita bisa mendapatkan informasi bahwa berbagai karya yang menceritakan tentang Yesus, sudah banyak yang beredar. Dengan adanya Injil Lukas ini, tentunya sebagai hasil tanggapan atas adanya pemberitaan yang beredar kala itu. Berdasarkan prolog yang terdapat dalam Injil Lukas, penulis Injil ini telah mengisyaratkan kepada kita, bahwa pengetahuan yang orang lain dapatkan, ia pun memilikinya sebagaimana yang orang lain ketahui, dan bisa jadi, bahwa anggapannya itu mengindikasikan pula bahwa pengetahuan yang ia miliki, melebihi yang orang lain ketahui.
    Kata anothen, yang diterjemahkan menjadi “dari asal mulanya”, telah menjadi bahan perdebatan di kalangan internal Kristen sendiri. Sebagaimana yang terdapat pada karangan Yohanes  dan pada Yakobus 1:17, ia hampir selalu berarti “dari atas”. Kata tersebut, hanya dua kali yang digunakan oleh Lukas pada Injilnya, selain yang terdapat pada KPR 26:5. Dalam ayat terakhir, yang diambil dari khotbah Paulus, kata ini tidak mungkin diartikan “dari atas”, tetapi “sebelumnya”, “sudah lama.” Knowling mengatakan, bahwa yang dimaksud oleh Paulus adalah pengajaran Yesus kepada masyarakat di Yerusalem.1  Namun anehnya, satu-satunya penggunaan kata ini dalam surat-surat Paulus kepada jemaat (Galatia 4:9) berarti “berbalik lagi”. Meskipun dalam Lukas 1:3, ia dapat diterjemahkan “dari atas”, dan terjemahan semacam itu dianggap tidak sesuai dengan konteks kalimat, dan tulisan-tulisan pada Lukas dan Paulus lainnya dianggap tidak seragam. Ketika suatu terjemahan dari suatu istilah memiliki arti ganda, selalu menjadi bahan pertimbangan berdasarkan penggunaannya oleh sang pengarang; dan karena terjemahan American Revised Version selalu menyesuaikan dengan penggunaannya, maka terjemahan itulah yang digunakannya. Berdasarkan alas an tersebut, tentunya bisa kita pahami bahwa penulis Injil Lukas ingin menegaskan suatu pengetahuan kontemporer tentang fakta-fakta yang bukan saja terjadi.
    Berdasarkan alasan tersebut, tentunya pengetahuan Lukas tentang Yesus telah dikumpulkan beberapa tahun dari masa hidupnya, sebelum pada akhirnya ia sendiri menuliskannya. Selain itu, Lukas pun telah berhubungan dengan banyak orang terkait pemberitaan yang kala itu beredar dizamannya. Namun bagi Kristen , penulisan yang dilakukan oleh Lukas telah diyakini bahwa ia sendiri mendapatkan ilham dari Roh Kudus, tanpa pernah bisa kita ketahui, metodologi seperti apa yang telah Lukas terapkan dalam kepenulisannya tersebut dalam menyikapi adanya perbedaan informasi yang kala itu beredar. Ketika Kristen menisbatkan kepada Injil Lukas dan juga Injil-injil lainnya, bahwa para penulisnya selalu mendapatkan ilham dari Roh Kudus, tentunya hal tersebut bukanlah sebuah jawaban yang mengarah kepada keilmiahan melainkan sebuah jawaban yang bersifat dogmatis. Dan pada umumnya, Lukas dianggap memiliki sumber khusus yang berisi tentang materi yang ia tulis, indikasi tersebut bisa kita cermati sebagaimana yang terdapat pada prolognya, yakni pada Injil Lukas 1:1-4.

Struktur Injil Lukas
    Secara eksplisit, Lukas ingin menegaskan bahwa ia ingin menyusun narasi secara teratur, tentunya suatu hal yang menarik untuk kita selidiki strukturnya dan membandingkan dengan Injil Sinoptik lainnya. Kerangka dari kepenulisan Injil Lukas cukup serupa dengan Injil Matius dan juga Injil Markus, meskipun secara detailnya memiliki struktur yang berbeda. Dibandingkan dengan Injil Matius, narasi masa kecil Yesus pada Injil Lukas lebih banyak dan cukup banyak pula menekankan tentang  kelahiran Yohanes Pembaptis. Menurut Lukas, semua peristiwa yang ada adalah bagian dari pernyataan Ilahi, meskipun memiliki pengertian yang berbeda dengan pandangan Matius, yang tidak begitu spesifik dalam mengutip ayat-ayat yang menunjukkan kegenapan suatu nubuat. Baginya, peristiwa tersebut sangat penting, dan adanya figur yang menonjol dari Yohanes Pembaptis dikarenakan adanya pelayanan Yesus yang mempunyai kaitan dengan dirinya. Bagi Lukas, kelahiran Yohanes Pembaptis memiliki kerelevansian tersendiri, karena karakter ajaibnya telah menyatakan adanya campur tangan Ilahi dalam sejarah Yesus.
    Marxsen meyakini,2 bahwa bahan dasar Injil Lukas telah mengambil kerangka dari Injil Markus, khususnya pasal 1-13, yang bahan tersebut masih bisa ditelusuri dalam Lukas 3:21. Lukas mengawalinya dengan suatu bagian pengantar (pasal 1-2) yang sebelumnya disusun dari pelbagai tradisi. Pada kisah penderitaan (pasal 22-23), Lukas memperlihatkan tentang sumber-sumber yang telah ia rubah dan dengan tegas mengalihkan tekanannya. Dan dalam penutupnya (pasal 24), ia telah memanfaatkan bahan yang khusus untuk hal ini. Perihal tentang struktur Injil Lukas, tenyata strukturnya memiliki kesamaan dengan struktur Injil Sinoptik lainnya, semisal tentang periode pelayanan Galilea pada Injil Lukas (3:1-9:50) yang serupa dengan Injil Matius dan juga Markus, tetapi Injil Lukas agak berbeda dalam penyusunan, yakni periode yang lebih kebelakang. Injil Lukas memiliki narasi perjalanan yang mencatat tentang perjalanan Yesus dari Galilea menuju Yerusalem (9:51-18:14),3 dan disini, Lukas telah memodifikasi struktur Sinoptik. Di bagian ini, Lukas tidak hanya memasukkan banyak materi khusus, tetapi menyusun materinya hingga terfokus pada Yerusalem sebagai persiapan kisah penderitaan Yesus. Pola dari periode Yudea dan juga kisah pemberitan Injil Lukas, ternyata serupa pula dengan Injil Sinoptik lainnya.

Waktu Dan Tempat Penulisan Injil Lukas
    Pada umumnya, penanggalan Injil Lukas didasari oleh penanggalan Injil Markus yang ditulis sekitar tahun 60-65 M. Karena Lukas dianggap telah mengubah pembinasaan keji pada Markus 13, maka para theolog meyakini bahwa Injil Lukas ditulis setelah tahun 70 M.  Akan tetapi, tidak semua theolog menyetujui bahwa bukti eksternal mengharuskan Injil Lukas ini ditulis pada abad pertama, kecuali jika memang Injil ini ditulis oleh Lukas sendiri. Injil Lukas muncul di dalam Didache, karya-karya Gnostik, Basilides, dan juga Valentinus, sementara Marcion menggunakan sebagian Injil ini namun membuang sebagian yang lainnya. Dan menurut J. C. O’Neill,4 bahwa Injil Lukas telah ditulis sekitar tahun 115-130 M. Sedangkan menurut teolog lain, bahwa Injil ini telah ditulis sekitar tahun 100 M, dikarenakan ia mengetahui dan memakai Antiquities Yosefus, yang terbit sekitar tahun 94 M.
    Tidak ada petunjuk yang bisa didapatkan di dalam Injil Lukas tentang tempat penulisannya. Menurut Merrill C. Tenney,5 mungkin saja Injil ini ditulis di luar Palestina, meskipun ada kemungkinan Injil ini disusun di Kaisarea. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Injil ini ditulis antara lain di Roma, Akhaya,6 Asia Kecil dan Alesandria, namun menurutnya, itu semua hanyalah perkiraan saja. Ketika Merril memprediksi bahwa Injil Lukas ini ditulis di luar Palestina, ternyata pendapatnya sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Marxsen.7 Meskipun pada dasarnya, tidak ada satu tradisi yang bisa kita andalkan terkait tentang tempat penulisan Injil Lukas ini, yang pada kenyataannya, semua pendapat yang ada hanya bersifat hipotesis.8

Kesimpulan
    Jika kita menilik prolog yang terdapat pada Injil Lukas, sebenarnya Injil ini dipersembahkan bagi Teofilus, yang disebut sebagai “yang mulia”. Pemberian gelar kepada Teofilus, mengindikasikan bahwa ia memiliki kedudukan yang cukup tinggi, terhormat, dan terpandang dalam stratifikasi sosial kala itu.9 Jika Teofilus adalah seorang tokoh yang nyata dalam sejarah, tentunya kita bisa menyelidiki tentang kekaisaran dizamannya, dan sekaligus menggali informasi tentang masa hidup Lukas dan juga Injil yang ditulisnya tersebut. Namun nyatanya, tentang masa kekaisaran di masa Teofilus sendiri ternyata tidak bisa didapatkan, yang mengakibatkan penganalisaan dari para theolog terhadap Injil Lukas ini menghasilkan spekulasi.
    Tentang struktur Injil Lukas, para theolog selalu mengaitkan Injil ini dengan Injil Sinoptik lainnya dan termasuk pula dengan sumber Q, sebagaimana yang telah diyakini misalnya  oleh Duyverman.10 Ketika banyak pihak dari internal Kristen meyakini, bahwa apa yang ada pada Injil ini merupakan sebuah tulisan yang didapatkan dari hasil karya orang lain, tentunya seorang Muslim tidak patut untuk disalahkan, ketika seorang Muslim meyakini bahwa apa yang terdapat pada Injil ini, bukanlah firman Tuhan dan apa yang terdapat pada Injil ini, bukanlah hasil dari karya seorang murid Yesus. Namun jika pada akhirnya Muslim disalahkan atas argumen tersebut, bisa dipastikan, bahwa orang Kristen yang menyalahkan adalah seorang fundamentalis yang buta tentang sejarah kekristenannya sendiri, yang disebabkan mata hati dan paradigmanya telah tertutup oleh dogma Gereja.


Catatan Kaki :
  1. R. J. Knowling, Expositor’s Greek Testament. Mengenai kata anothen, dan kata pembuka secara keseluruhannya, lihat I. H. Marshall, The Gospel of Luke : A Commentary on the Greek Text.
  2. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru.
  3. M. Myoshi, Der Anfang des Reiserberichts.
  4. J. C. O’Neill, The Theology of Acts in its Historical Setting
  5. Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru.
  6. Udo Schnelle, The History and Theology of the New Testament Writings.
  7. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru.
  8. Pdt. Dr. Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru – Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya.
  9. Menurut W. Manson dalam The Gospel of Luke, gelar tersebut menunjuk kepada procurator atau jabatan serupa di dalam kekaisaran.
  10. Drs. M. E. Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru.

Comments

  1. Jadi paham ya background penulisan firman kitab kekristenan. Argumentasi pamungkasnya sangat sederhana. Para penulis injil dibimbing oleh tuhan ke 2, holy ghost.

    ReplyDelete

Post a Comment