Sebuah Kata Pengantar Injil Yohanes

Oleh : Sang Misionaris.



Pendahuluan
    Injil Yohanes, begitu sangat berbeda dengan Injil Sinoptik. Injil Markus, lebih menekankan perhatiannya kepada Yesus sebagai manusia. Sedangkan Injil Matius dan juga Lukas, lebih memusatkan perhatiannya tentang permulaan kehidupan Yesus sebagai manusia, yang diiringi dengan kisah kelahiran Yesus. Adapun Injil Yohanes, lebih menekankan aspek sisi Ketuhanan Yesus, yang diawali pembahasannya dengan pra-eksistensinya, meskipun di sisi lain, Injil ini pun mendukung pola kemanusiaannya.1 Sesungguhnya, banyak faktor yang mempengaruhi Injil ini; adanya pemolesan dari pemikiran Philo, perlawanan terhadap Gnostikisme, dan Dosetis, ikut mewarnai Injil ini. Dengan mengusung topik yang berkaitan dengan kata pengantar Injil Yohanes, penulis berharap bisa memberikan sedikit kontribusi terhadap tema-tema yang berkaitan dengan Dialog Lintas Agama Islam-Kristen, sehingga di antara kita bisa lebih mengembangkan tema-tema yang diusung dalam berdialog, yang di sisi lain, meninggalkan metode dialog yang usang pula; perang ayat.

Kerangka Injil Yohanes
    Prolog Injil Yohanes dinilai penting oleh para sarjana Kristen dikarenakan memiliki ciri theologis, dan juga memberikan nilai penting terhadap Yohanes Pembaptis. Menurut sebagian theolog, Prolog Injil ini harus dilepaskan dari seluruh bagian Injil Yohanes lainnya, karena penulisnya seolah-olah ingin memperkenalkan inkarnasi Yesus dalam terminologi Yunani kepada orang-orang yang sezamannya.2 Namun sebagian lain, ada yang menganggap bahwa penulisnya memasukkan himne tentang Logos dan mencoba mengintegrasikannya dengan tujuan kepenulisannya.3 Sedangkan menurut Dodd,4 melalui Prolog, penulis terutama ingin menghantarkan kepada kita pada catatan historisnya tentang kehidupan dan pengajaran Yesus. Ia menilai, bahwa doktrin Logos dianggap memiliki kesesuaian untuk membawa publik mengenal Helenisme yang lebih tinggi kepada tujuan utama Injil Yohanes, dimana penulis sendiri bisa mengarahkan orang lain kepada aktualitas sejarah dari kisah-kisah yang ia catat.
    Banyak yang menilai, bahwa Injil ini memiliki keserupaan yang kuat dengan konsep Helenistik di masa itu, yang berdampak pada sulitnya mengaitkan Injil Yohanes dengan seorang nelayan dari Yahudi Galilea. Namun jika asumsi dari latar belakang ini benar, tentunya kesulitan ini pun harus diakui, meskipun tingkat kesulitan yang ada bergantung pada beberapa faktor. Penilaian tentang adanya penulis Injil ini terhadap Helenisme, telah dinilai secara beragam, yang tentunya pengaruh dari Helenisme bisa menghasilkan sebuah konklusi, tentang adanya kemustahilan bahwa Injil ini ditulis oleh Yohanes atau oleh orang Yahudi Palestina.5   
    Pada umumnya, Injil Yohanes telah mengesankan banyak sarjana, namun beberapa theolog melihat adanya suatu permasalahan, yakni adanya dislokasi. Dengan adanya kaitan antara satu perikop dengan perikop lainnya yang terlihat begitu sangat longgar telah mencuatkan banyak hipotesis, yang indikasi tersebut sampai pada anggapan bahwa teks aslinya disusun ulang saat disalin. Adapun penunjukkan data atas teori tersebut adalah :
  1. Yohanes 3:22-30. Diusulkan bahwa akan lebih tepat jika bagian ini diletakkan antara 2:12 dan 2:13, karena dalam posisinya saat ini, perikop tersebut menginterupsi perbincangan dengan Nikodemus.6
  2. Yohanes 5 dan 6. Kedua pasal ini dianggap lebih baik jika diubah urutannya, karena pasal 4 dan 6, Yesus berada di Galilea, sementara di pasal 5 Yesus berada di Yerusalem.
  3. Yohanes 7:15-24. Dianggap sebagai  kelanjutan dari kontroversi di dalam penutup pasal 5. Dengan alasan, ketika perikop ini dimajukan tentunya  7:25 dan seterusnya dianggap natural karena melanjutkan dari 7:1-14.
  4. Yohanes 10:19-29. Dianggap sebagai kelanjutan dari perdebatan di pasal 9, sehingga 10:30 dan seterusnya, dianggap melanjutkan dari 10:1-18. Dan akan dianggap natural jika 10:1-18 melanjutkan dari 10:19-29, dan bukan sebaliknya.
  5. Yohanes 13-16. Pasal 15 dan 16, harus dipindahkan sebelum pasal 14, karena 14:31 tempaknya sebagai penutup wacana ini.
  6. Yohanes 18:13-24. Hal tersebut dianggap  membingungkan dalam menceritakan pengadilan Yesus, terlebih Teks Siria Sinaitik Injil Yohanes memiliki urutan 18:12-13, 24, 14-15, 19-23, 16-18, 25, dan seterusnya.
Itulah beberapa dislokasi atas Injil Yohanes. Dan Barret mempunyai pendapat lain terkait kepenulisan Injil Yohanes, bahwa pemikiran theologis Yohanes sendiri tidak sepenuhnya bergerak dalam garis lurus, yang berarti Yohanes sendiri telah mengubah sudut pandangnya saat membahas subjek yang sama.7 Dan contoh lain dari adanya permasalahan lain tentang perikop yang terdapat pada Injil Yohanes ialah tentang wanita yang berzina (7:53-8:11), yang tidak hanya tampak keluar dari konteksnya, tetapi juga telah dibuktikan pula oleh beberapa tradisi tekstual, yang hal tersebut pertama kali disinggung oleh F. Spitta. Banyak hal yang membuktikan bahwa perikop tersebut, awalnya memang tidak ada pada Injil Yohanes, dikarenakan sebagai berikut :
  1. Tidak ada pada teks Uncial awal, kecuali pada Teks D.
  2. Beberapa kursif telah mengabaikannya termasuk manuskrip Siria, Mesir, dan beberapa manuskrip Latin Kuno.
  3. Semua penafsir Yunani sebelum era Euthymius Zygadenus, telah mengabaikannya. Bahkan Zygadenus mengakui bahwa manuskrip yang paling akurat tidak memuat perikop tersebut.
  4. Origen dan Chrysostom tidak menyebutkannya, yang menunjukkan bahwa perikop tersebut tidak ada pada manuskrip yang mereka miliki.
Dengan adanya pembuktian di atas, tentunya kita mendapatkan kesimpulan bahwa perikop yang terdapat pada 7:53-8:11, bukan bagian dari Injil Yohanes. Sedangkan menurut U.Becker,8 bahwa perikop tesebut dimasukkan ke dalam Injil Yohanes dikarenakan keinginan gereja.
    Ketika kisah wanita yang berzina dinilai sebagai tambahan yang dilakukan oleh pihak gereja, Willi menyoroti pasal lain pada Injil Yohanes yang dianggapnya sebagai tambahan, yakni pasal 21.9 Menurutnya, gaya bahasa yang ditulis pada pasal 21 tidaklah mencerminkan gaya penulisan si pengarang pasal 1-20. Ia berkeyakinan, bahwa penulis pasal 21 merupakan gaya dari sebuah kalangan atau aliran tertentu. Dan masih pada karyanya yang sama, Willi pun menyampaikan pula tentang adanya keganjilan dalam susunan perikop, yakni pasal 5. Menurutnya, di dalam ucapan-ucapan perpisahan (pasal 14-16), kesimpulan 14:31 terlihat adanya keanehan, dan susulannya bukanlah 15:1, melainkan 18:1.10

Tujuan Kepenulisan Injil Yohanes
    Dikarenakan tidak adanya keseragaman dari sarjana Kristen tentang tujuan kepenulisan Injil Yohanes, tentunya penulis perlu untuk menyampaikan beberapa teori yang diusung oleh para sarjana terkait hal tersebut., seperti :
  1. Dengan merujuk pada Yohanes 20:31, ayat tersebut menegaskan bahwa tujuan utama dari Injil Yohanes ialah untuk membangkitkan iman, yang dirancang sebagai alat penginjilan.11
  2. Sebagaimana yang dikutip oleh Eusebius, Clement dari Alexandria mengungkapkan bahwa, “Dengan melihat bahwa fakta-fakta jasmaniah telah dinyatakan di Injil-injil, maka atas permintaan muridnya dan dengan inspirasi dari Roh Kudus, bahwa Yohanes telah menyusun suatu Injil rohani.”12 Dengan kata lain, Clement percaya bahwa Injil Yohanes adalah pelengkap yang berbeda jenis dari Sinoptik, khususnya dalam sisi rohani.
  3. Bahwa Injil Yohanes bertujuan untuk menggantikan Injil Sinoptik.13
  4. Injil Yohanes ditulis bagi orang-orang Yahudi yang tidak percaya supaya mau menerima Yesus Kristus.14 Dan para pengusung pendapat ini, telah menjadikan peristiwa hancurnya Bait Allah sebagai pijakan dasar mereka. Walaupun narasi tentang adanya sikap orang Yahudi yang semangat dalam permusuhan, sebenarnya hal itu pun terdapat pula pada Injil Sinoptik.
  5. Memberikan perlawanan kepada pihak Gnostikisme. Menurut teori ini, penulisnya adalah anggota dari kelompok yang menganut mistik Gnostik Kristen awal, yang seolah-olah ia menulis ulang kehidupan Kristus dengan menggunakan bahasa mistik Gnostik kala itu. Hal tersebut cukup beralasan, karena saat Injil ini ditulis hampir menjelang abad kedua, yang di saat itu gerakan Gnostikisme mulai berkembang. E. Kasemann memahami Injil Yohanes dari pasal 17, yang ia sendiri tidak menganggap bahwa perbuatan maupun ucapan di pasal ini benar-benar terjadi.15
  6. Injil Yohanes ditulis untuk mengimbangi sekaligus memberikan perlawanan terhadap pemikiran Dosetis yang terlalu menekankan sisi Ilahi Yesus, dengan mengabaikan sisi kemanusiaannya Yesus.16

Waktu dan Tempat Penulisan Injil Yohanes
    Sebagaimana yang kerap terjadi pada Injil Sinoptik, penanggalan Injil Yohanes pun mengalami hal yang serupa, yaitu adanya kesulitan yang dialami oleh para sarjana Kristen dalam memastikan penanggalan Injil Yohanes. Berdasarkan Papirus Rylands 457, menurut Sir F. Kenyon, bahwa Injil Yohanes berasal dari abad kedua masehi.17 Dan ada sebuah pembahasan yang menyinggung terhadap Justin Martir tentang penggunaan Injil ini oleh Bernard. Menurutnya, saat menjelang 150 M, Justin Martir telah menggunakan Injil ini dan satu kali pernah mengutipnya sebagai ucapan Yesus yang otoritatif.18 Meskipun Sanders mendukung anggapan Bernard, namun ia berpendapat bahwa Justin Martir tidak melihat Injil Yohanes sebagai Kitab Suci atau sebagai tulisan rasuli.19
    Selain itu, bukti lain yang mendukung tentang adanya hipotesis bahwa Injil Yohanes ditulis pada abad kedua masehi, ialah adanya penolakan terhadap Injil Yohanes pada masa abad kedua. Menurut Epifanius, Alogi menolak Injil Yohanes dan menganggapnya berasal dari Cerintus. Tetapi apakah Alogi itu adalah nama kelompok atau nama seseorang, yakni Gayus dari Roma, hal tersebut tidak bisa dipastikan.20 Ada pendapat lain yang berkaitan dengan waktu penulisan Injil Yohanes, sebagaimana yang diusung oleh Burch.21 Burch mengusung sebuah teori tentang adanya penulis dan editor, yang menurutnya Injil ini ditulis segera setelah penyaliban Yesus dan adanya editing yang akhirnya terjadi sebelum tahun 70 M, namun ternyata teorinya tersebut tidak mendapatkan banyak dukungan dari theolog lainnya. Andreas menilai, bahwa Injil Yohanes merupakan Injil yang universal, dalam artian bahwa Injil ini tidak hanya ditulis bagi gereja-gereja di Efesus, atau bahkan kepada kelompok komunitas pembaca Yohanes, melainkan ditujukan pula kepada gereja secara keseluruhan, ia pada akhirnya mencapai kesimpulan bahwa Injil ini ditulis pada tahun 80 M di Efesus.22 Apapun teorinya yang membahas tentang kapan Injil ini ditulis, tetap saja hal tersebut tidak mampu memastikan kapan tepatnya Injil Yohanes ini ditulis, karena setiap teori yang diangkat pada dasarnya mereka hanya berspekulasi disebabkan karena minimnya bukti-bukti internal dan juga eksternal untuk dijadikan sebagai acuan dasar.
    Berkaitan tentang dimana Injil Yohanes ditulis, tidak ada tanda-tanda yang bisa kita temukan didalamnya, dalam menunjukkan dimana lokasi Injil ini ditulis.23 Dan menurut tradisi yang dimulai oleh Irenaeus, bahwa Injil ini telah ditulis di Efesus, Asia Kecil.24 Namun tradisi tersebut, sulit untuk dipertahankan.25

Pengarang Injil Yohanes
    Tradisi belakangan menyebutkan bahwa pengarang Injil Yohanes ialah Yohanes anak Zebedeus. Tetapi apakah dalam hal ini, pandangan dari Yustinus memang benar berpandangan demikian, masih sulit untuk dipastikan. Dan Irenaeus secara gamblang telah menyamakan murid yang dikasihi ini dengan Yohanes, dan menyatakan pula, bahwa Efesus adalah asal mula dari Injil ini ditulis. Namun bersamaan dengan tradisi tersebut, kita pun masih bisa mendapatkan pendapat lain, bahwa Injil ini merupakan sebuah karya dari seseorang yang bernama Yohanes Si Penatua.26 Oleh karena itu, untuk mengungkapkan siapa penulis injil Yohanes, penulis akan menempatkan pembahasan tersebut di tempat yang terpisah sebagaimana yang telah dilakukan terhadap kepenulisan Injil Matius, Markus, dan juga Lukas.

Kesimpulan
    Di saat membahas Injil Yohanes, banyak teori yang telah diusung oleh para sarjana Theologi; baik dalam menilai kerangkanya, tujuan Injil ini ditulis, siapa pengarangnya, dan lain-lain, yang teorinya tersebut melebihi dari Injil Sinoptik. Dengan banyaknya teori tersebut, sebenarnya tidak mudah bagi Kristen untuk memberikan penilaian secara sepihak, dengan mengesampingkan penilaian lain dari para sarjana Kristen lainnya. Data Eksternal yang kita dapatkan tentang Injil Yohanes, ternyata mempunyai distansi yang cukup jauh dengan zaman Yesus, semisal Irenaeus, padahal ia sendiri tidak sezaman dengan Yesus, namun pada akhirnya diangkat pendapatnya sebagai salah satu data eksternal dalam menguatkan suatu hipotesis tertentu. Jika data internal dan eksternal begitu minim didapatkan, tentunya segala teori yang diusung pun akan memiliki nilai probabilitas, sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya di atas. Ketika segala sumber yang ada begitu minim, apakah bisa dikatakan bahwa Yesus yang diimani oleh Kristen selama ini mempunyai kesejajaran dengan Yesus historis ? Tentunya, pembaca sendirilah yang pada akhirnya bisa memberikan penilaiannya secara obyektif.


Catatan Kaki :
  1. Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1.
  2. W.F. Howard dan C.K. Barrett, The Fourth Gospel in Recent Criticism.
  3. J.H. Bernard, The Gospel According to St. John.
  4. The Interpretation of The Fourth Gospel.
  5. F.C. Grant, The Gospel, Their Origin and Growth.
  6. Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru.
  7. Menurut S. Mendner, bahwa pasal 3 awal ditulis setelah 7:51 yang mengalami pemindahan setelah 135 M.
  8. C.K.Barret, The Gospel According to St. John.
  9. U. Becker, Jesus und die Ehebrecherin.
  10. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru – Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya.
  11. Ibid.
  12. Barret, The Gospel According to St. John.
  13. Hypotyposes, dikutip dalam Eusebius, HE, vi.
  14. H. Windisch, Johannes und die Synoptiker.
  15. J.A.T. Robinson, The Destination and Purpose of John’s Gospel.
  16. Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1.
  17. The Testament of Jesus.
  18. The Text of The Greek Bible.
  19. J. H. Bernard, The Gospel According to St. John.
  20. J.N. Sanders, The Fourth Gospel in the Early Church.
  21. V.H. Stanton dalam The Gospel as Historical Documents, telah mengkritik dukungan Rendel Harris terhadap teori tersebut yang telah mengaitkan Gayus dengan Alogi.
  22. V. Burch, The Structure and Message of St. John’s Gospel.
  23. Andreas J. Kostenberger, Ecountering John – Injil Dalam Perspektif Sejarah, Sastra dan Teologis.
  24. Drs. M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru.
  25. Pdt. Dr. Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru – Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya.
  26. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru – Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya.

Comments